ZONAKAWANUA.COM, SURAKARTA – BPJS Kesehatan menegaskan bahwa layanan kesehatan jiwa merupakan hak fundamental seluruh peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, menyampaikan hal ini dalam Media Workshop bertema “Layanan Kesehatan Jiwa Hak Seluruh Peserta” yang digelar di Surakarta, Selasa (16/9).
Ghufron menekankan pentingnya akses layanan kesehatan jiwa yang setara, sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam menjamin kesehatan fisik maupun mental warganya. “Kesehatan jiwa tidak boleh dipandang sebelah mata. Ini hak yang harus dijamin negara,” ujarnya.
Berdasarkan data, sepanjang 2020–2024 pembiayaan layanan kesehatan jiwa di rumah sakit mencapai Rp6,77 triliun dengan total 18,9 juta kasus. Skizofrenia menempati posisi tertinggi dengan 7,5 juta kasus dan pembiayaan Rp3,5 triliun. Pada 2024 saja, terdapat 2,97 juta rujukan kasus jiwa dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ke rumah sakit.
Ghufron menyebut Jawa Tengah sebagai provinsi dengan kasus terbanyak, disusul Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Sumatera Utara. Ia juga menegaskan peran penting FKTP sebagai pintu utama layanan kesehatan jiwa, mulai dari kontak pertama, pengelolaan pengobatan, hingga koordinasi layanan.
Untuk memperkuat deteksi dini, BPJS Kesehatan menyediakan skrining kesehatan jiwa berbasis Self Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20) di situs resminya. “Hasil skrining menjadi dasar pemeriksaan lanjutan di FKTP jika ada indikasi medis,” jelas Ghufron. Selain itu, melalui Program Rujuk Balik (PRB), peserta yang kondisinya stabil dapat melanjutkan pengobatan di FKTP terdekat.
Pada kesempatan yang sama, psikolog klinis Tara de Thouars menilai langkah BPJS Kesehatan sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Ia mengutip data Kementerian Kesehatan bahwa 1 dari 10 orang Indonesia mengalami masalah mental, sementara survei 2024 menunjukkan 39,4 persen remaja terdampak masalah serupa dengan tren peningkatan 20–30 persen per tahun.
“Stigma negatif masih menjadi penghalang utama. Banyak yang enggan mencari pertolongan karena takut dicap lemah atau aib. Yang harus dinormalisasi adalah mencari bantuan profesional, bukan menormalisasi gangguan mental,” tegas Tara.
Plt. Direktur RS Jiwa Daerah Dr. Arif Zainudin Surakarta, Wahyu Nur Ambarwati, menambahkan bahwa lebih dari 90 persen pasien rawat inap di rumah sakitnya merupakan peserta JKN. RSJD sendiri memiliki 213 tempat tidur, termasuk 177 untuk pasien psikiatri, serta fasilitas rehabilitasi psikososial.
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai sosialisasi skrining SRQ-20 harus lebih gencar. “Jumlah kasus terus meningkat tiap tahun. Karena itu, layanan kesehatan jiwa dalam Program JKN harus inklusif, berkesinambungan, dan tidak diskriminatif,” kata Timboel.
Ia berharap layanan kesehatan jiwa diperluas hingga wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) agar masyarakat lebih mudah mengakses penanganan dini gangguan mental.
BPJS Kesehatan Tegaskan Layanan Mental Health Hak Seluruh Peserta JKN

Komentar